SELAMAT DATANG DI WEBSITE advokaTamvan
Pengertian Perbuatan Melawan Hukum dan Dasar Hukumnya
Pengertian Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan melawan hukum merupakan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan beberapa sumber hukum, definisi perbuatan melawan hukum dapat diuraikan lebih rinci. Menurut R. Subekti dalam bukunya, "Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan seseorang yang menyalahi aturan tertulis maupun tidak tertulis yang berlaku dalam masyarakat dan dapat merugikan pihak lain." Sementara itu, menurut Yahya Harahap, tindakan melawan hukum adalah perilaku yang tidak hanya melanggar peraturan hukum, tetapi juga prinsip keadilan yang diakui secara umum dalam masyarakat.
Untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif, mari kita lihat beberapa contoh konkret dari perbuatan melawan hukum. Pelanggaran lalu lintas seperti menerobos lampu merah atau mengemudi tanpa SIM merupakan bentuk perbuatan melawan hukum karena melanggar undang-undang lalu lintas. Kasus lain adalah pencemaran nama baik; ini melanggar hak individu untuk mendapatkan perlindungan dari penghinaan atau fitnah. Selain itu, tindakan penggelapan pajak adalah contoh pelanggaran serius terhadap hukum perpajakan yang mengatur keadilan dalam pembagian beban pajak.
Penting untuk membedakan antara perbuatan melawan hukum dengan perbuatan yang hanya bertentangan dengan norma sosial atau etika. Perbuatan melawan hukum selalu terkait dengan pelanggaran ketentuan hukum yang dapat ditegakkan melalui proses pengadilan. Sebaliknya, perbuatan yang bertentangan dengan norma sosial atau etika mungkin tidak memiliki sanksi hukum, tetapi bisa menyebabkan sanksi sosial atau dikucilkan oleh masyarakat. Misalnya, berbohong dalam hubungan sosial adalah tindakan yang secara etika salah, tetapi tidak termasuk kategori perbuatan melawan hukum kecuali berhubungan dengan pernyataan palsu di bawah sumpah yang sah.
Sejarah dan Evolusi Perbuatan Melawan Hukum di Indonesia
Konsep perbuatan melawan hukum di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan dari waktu ke waktu. Pada masa kolonial, sistem hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh hukum Belanda. Sebagai bekas wilayah jajahan Belanda, banyak aspek dari sistem hukum kolonial diadopsi ke dalam sistem hukum nasional Indonesia setelah kemerdekaan pada tahun 1945.
Pada periode kolonial, hukum Belanda yang diterapkan di Hindia Belanda diperkenalkan melalui berbagai kodifikasi, termasuk Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indië (WvSNI) atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Prinsip perbuatan melawan hukum dalam konteks perdata dan pidana sangat terikat dengan ketentuan dalam kodifikasi tersebut.
Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia mulai melakukan berbagai perubahan dan pembaruan terhadap undang-undang yang diwarisi dari Belanda. Undang-undang ini direvisi atau digantikan dengan peraturan-peraturan yang lebih mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia. Salah satu contoh penting adalah penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menggantikan sebagian besar ketentuan hukum perdata kolonial dalam bidang perkawinan.
Masuk ke era modern, perkembangan hukum di Indonesia terus berlanjut dengan adanya pengaruh globalisasi dan meningkatnya kebutuhan akan reformasi hukum. Pemerintah Indonesia terus memperbarui peraturan dan undang-undang yang berlaku untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat. Salah satunya adalah revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah berlangsung beberapa dekade dengan tujuan memperbarui ketentuan dan menghapuskan pasal-pasal yang dianggap sudah tidak relevan.
Secara keseluruhan, evolusi konsep perbuatan melawan hukum di Indonesia menggambarkan upaya untuk terus menyesuaikan dan memperbaiki sistem hukum nasional. Meskipun jejak dari sistem hukum Belanda masih dapat ditemukan, Indonesia telah mengembangkan kerangka hukum yang lebih sesuai dengan kebutuhan serta nilai-nilai budaya dan sosial masyarakatnya. Proses reformasi hukum ini terus berlanjut seiring dengan dinamika perkembangan sosial, politik, dan ekonomi dalam masyarakat.
Dasar Hukum Perbuatan Melawan Hukum
Dasar hukum yang digunakan untuk menilai sebuah perbuatan sebagai perbuatan melawan hukum di Indonesia terutama terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal 1365 KUHPerdata menjadi acuan utama dalam hal ini, yang secara tegas menyatakan bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum dan menyebabkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan pihak yang melakukan perbuatan tersebut untuk mengganti kerugian. Pasal ini dikenal sebagai pasal perbuatan melawan hukum dan memiliki peranan penting dalam sistem hukum Indonesia untuk mengatur dan mengadili kasus-kasus perdata.
Selain Pasal 1365, KUHPerdata juga memuat beberapa pasal lain yang memperkuat kerangka hukum ini. Pasal 1366, misalnya, menjelaskan tentang tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan dengan kelalaian atau kesengajaan, serta dampak yang timbul akibat perbuatan tersebut. Sementara itu, Pasal 1367 mengatur tentang tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain atau benda yang berada di bawah tanggungan seseorang, seperti anak-anak atau hewan peliharaan.
Tidak hanya dalam KUHPerdata, beberapa undang-undang khusus juga relevan dalam menilai perbuatan melawan hukum. Contohnya adalah Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang melindungi hak-hak konsumen dari praktik dagang yang tidak adil atau menipu, serta Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual yang melindungi ciptaan intelektual dari pelanggaran hak oleh pihak lain.
Penerapan dan interpretasi dari perbuatan melawan hukum juga diperkaya oleh berbagai keputusan pengadilan yang telah membentuk preseden. Pengadilan-pengadilan di Indonesia, melalui putusan-putusan pentingnya, telah memberikan penafsiran yang lebih jelas dan mendetail mengenai unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum. Putusan Mahkamah Agung misalnya, sering kali menjadi referensi wajib dalam menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum, mengingat Mahkamah Agung berada pada posisi puncak dalam hierarki lembaga peradilan di Indonesia.
Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum
Dalam konteks hukum, untuk menyatakan bahwa suatu tindakan merupakan perbuatan melawan hukum, perlu adanya beberapa unsur yang terpenuhi. Unsur-unsur ini memastikan bahwa tindakan tersebut memiliki karakteristik yang memenuhi syarat sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku. Berikut adalah penjelasan rinci tentang unsur-unsur perbuatan melawan hukum.
Pertama, adanya perbuatan. Dalam hal ini, perbuatan atau tindakan yang dimaksud dapat berupa tindakan aktif, seperti mencuri atau merusak properti orang lain, atau tindakan pasif, seperti lalai dalam melaksanakan tanggung jawab yang diamanatkan oleh hukum. Misalnya, pengemudi yang tidak mematuhi rambu lalu lintas sehingga menyebabkan kecelakaan.
Kedua, adanya kesalahan yang dilakukan oleh pihak yang melawan hukum. Kesalahan ini dapat berupa kesengajaan atau kelalaian yang menyebabkan tindakan menyalahi norma hukum. Kesengajaan berarti pelaku secara sadar melakukan perbuatan tersebut, sementara kelalaian berarti pelaku tidak memenuhi kewajiban hukum yang seharusnya dilakukan. Contoh sederhana adalah ketika seorang dokter melakukan malpraktik karena lalai mematuhi prosedur medis yang standar.
Ketiga, adanya kerugian yang diderita oleh pihak lain sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum tersebut. Kerugian ini bisa bersifat material maupun immaterial. Contoh kerugian material adalah hilangnya harta benda, sementara kerugian immaterial bisa berupa penderitaan psikologis. Sebagai ilustrasi, seseorang yang menjadi korban penipuan mungkin kehilangan sejumlah uang akibat perbuatan penipuan tersebut.
Keempat, adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang timbul. Ini berarti bahwa kerugian yang dialami oleh pihak korban terjadi langsung akibat dari tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku. Misalnya, jika seseorang menabrak mobil orang lain karena mengemudi ugal-ugalan, maka kerusakan mobil tersebut adalah akibat langsung dari tindakan pengemudi yang melawan hukum.
Dengan memenuhi keempat unsur ini — adanya perbuatan, adanya kesalahan, adanya kerugian, dan adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan dan kerugian — barulah suatu tindakan dapat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Pemahaman ini penting agar keadilan dapat ditegakkan dengan tepat sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Proses Penegakan Hukum terhadap Perbuatan Melawan Hukum
Ketika seseorang atau entitas dihadapkan pada tuduhan perbuatan melawan hukum, proses penegakan hukum harus ditempuh untuk memastikan keadilan ditegakkan secara adil dan menyeluruh. Proses ini dimulai dari pengaduan, di mana pihak yang merasa dirugikan mengajukan laporan kepada otoritas yang berwenang, seperti kepolisian atau lembaga penegak hukum lainnya. Pengaduan tersebut kemudian akan didaftarkan dan menjadi dasar untuk memulai prosedur penyelidikan.
Setelah pengaduan diajukan, tahap penyelidikan dimulai. Penyelidikan bertujuan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang relevan untuk mendukung atau menggugurkan tuduhan yang diajukan. Pada tahap ini, pihak tergugat dan penggugat memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Tergugat berhak mendapatkan informasi yang jelas tentang tuduhan yang dihadapinya, serta berhak didampingi oleh penasihat hukum. Di lain pihak, penggugat berkewajiban untuk memberikan bukti yang cukup sesuai dengan tuduhannya.
Jika penyelidikan menemukan bukti yang cukup, kasus akan dilanjutkan ke tahap persidangan. Persidangan menjadi forum di mana bukti-bukti dikemukakan dan dianalisis di hadapan hakim. Peranan jaksa dalam proses ini adalah untuk mewakili negara atau penggugat, dengan tugas utama membawa bukti-bukti yang mendukung tuduhan. Sebaliknya, pengacara tergugat bertugas untuk memberikan pembelaan agar kliennya mendapatkan keputusan yang adil berdasarkan hukum yang berlaku.
Hakim dalam persidangan berperan sebagai pihak yang netral dan berwenang dalam memutuskan kasus berdasarkan fakta-fakta yang dikemukakan selama persidangan. Hakim harus memastikan bahwa putusan yang diambil murni berlandaskan hukum yang berlaku tanpa ada intervensi dari pihak mana pun.
Selama semua tahap proses ini, semua pihak yang terlibat memiliki hak asasi yang harus dihormati, termasuk hak untuk didengar dan mendapatkan pembelaan yang adil. Penegakan hukum terhadap perbuatan melawan hukum memerlukan koordinasi dan integritas dari semua pihak yang terlibat untuk memastikan keadilan tercapai bagi semua pihak yang berkepentingan.
Kasus-Kasus Terkenal Terkait Perbuatan Melawan Hukum
Salah satu kasus terkenal terkait perbuatan melawan hukum di Indonesia adalah kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang melibatkan beberapa besar bank di Indonesia selama krisis moneter tahun 1997-1998. Pemerintah Indonesia memberikan BLBI kepada bank-bank yang bermasalah untuk menjaga stabilitas perekonomian. Namun, banyak pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan dana tersebut. Setelah bertahun-tahun proses hukum, beberapa terdakwa akhirnya dijatuhi hukuman penjara dan diwajibkan mengembalikan sejumlah dana yang telah diselewengkan. Kasus ini memberikan preseden terhadap pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam penggunaan dana negara.
Kasus lain yang mencuat yaitu kasus korupsi mantan Ketua DPR, Setya Novanto. Setya Novanto terlibat dalam skandal e-KTP yang mengakibatkan kerugian negara hingga triliun rupiah. Proses hukumnya berjalan panjang, mulai dari penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga proses peradilan. Pada akhirnya, ia divonis 15 tahun penjara serta denda dan ganti rugi. Kasus ini menunjukkan pentingnya integritas para pejabat publik dan ketegasan lembaga pemberantas korupsi dalam menegakkan hukum.
Sebelumnya, kasus perbuatan melawan hukum yang terkenal ialah kasus Antasari Azhar, mantan Ketua KPK, yang dituduh melakukan pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnaen. Meski banyak pihak yang meragukan bukti dalam proses hukum ini, Antasari dihukum penjara 18 tahun. Setelah bertahun-tahun menjalani hukuman, ia menerima grasi dan kembali menjadi figur masyarakat. Kasus ini menyoroti pentingnya sistem peradilan yang adil, bebas dari pengaruh eksternal, serta perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Dari berbagai kasus tersebut, kita dapat mengambil pelajaran tentang bagaimana perbuatan melawan hukum ditangani dalam sistem hukum Indonesia, pentingnya transparansi dan akuntabilitas pejabat publik, serta perlindungan dan penegakan hak asasi manusia dalam proses peradilan.